MAKALAH PERMASALAHAN PENDIDIKAN
(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah pengantar ilmu pendidikan)
Oleh :
Fathur Rozi (3601414027)
UNIVERSITAS NEGRI SEMARANG
2014
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan YME atas
rahmat dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Permasalahan Pendidikan”. Kami membuat makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah pengantar ilmu pendidikan.
Dalam penyusunannya, kami
memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah memberikan dukungan, kasih, dan
kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal,
semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah
yang lebih baik lagi.
Semarang, 14 Nopember 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latarbelakang Masalah
Indonesia semakin hari
kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap
kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific,
Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para
guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.
Kualitas pendidikan Indonesia
yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di
Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia
dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia
ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam
kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh
sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program
(DP).
Salah satu faktor rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia
adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik
seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat
dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan paran pendidik kita, mereka tidak
pernah menggali masalah dan potensi parasiswa.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang tantangan kecenderungan global dan
nasional pendidikan di Indonesia?
2.
Bagaimana permasalahan pokok pendidikan di Indonesia?
3.
Apa keterkaitan antara permasalahan pendidikan dengan kebijakan pendidikan?
1.3
Tujuan
1. Menjelaskan tantangan
kecenderungan global dan nasional pendidikan di Indonesia.
2. Menjelaskan permasalahan
pendidikan pokok di Indonesia.
3. Menjelaskan keterkaitan antara
permasalahan pendidikan dengan kebijakan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Tantangan-tantangan Pendidikan Indonesia
1. Tantangan Kecenderungan
Global.
Menjelang dua puluh lima tahun
usia kita dalam pembangunan nasional khususnya dalam sektor pendidikan telah
membuahkan banyak hasil yang membesarkan hati di samping banyak masalah masalah
yang muncul akibat keberhasilan yang di capai itu. Keberhasilan sejak pelita I
jumlah murid SD berlipat hamper dua kali, SLTP berlipat tiga kali, SLTA
berlipat 4,7 kali dan mahasiswa hamper enam kali lipat jumlahnya.
Pada abad yang penuh tantangan
ini, dunia akan di tandai dengan beberapa perubahan penting dalam berbagai
bidang kehidupan. Dari beberapa pengalaman dan perkiraan, telah diketahui bahwa
perubahan masyarakat pertanian dan
perikanan telah ke masyarakat industry
dan pasca industry dan selanjutnaya ke masyarakat informasi. Industri industry
manufaktur telah menggantikan industry tradisional, sehingga dapat pula
dirasakan berbagai perubahan dari hal tersebut yang membuat masyarakat berubah
menjadi masyarakat modern.
Dibandingkan dengan negara
berkembang seperti Indonesia ini, mereka negara industri memiliki ciri ciri
yang lebih baik. Dapat dilihat dari kualitas melek huruf masyarakatnya,
pendidikan masyarakatnya, partisipasi masyarakat di dalamnya dan berbagai macam
aspek lainya,yang tentunya tidak serendah masyarakat di negara berkembang.
Menurut Tilaar (1991) menemukakan bahwa tingkat partisipasi untuk pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi di Negara Negara maju pada saat tinggal landas sudah mencapai 30 persen.
Sedangkan di Negara berkembang hanya berkisar 15 persen.
2.
Tantangan Kecenderungan Nasional
Indonesia
akan mengalami perubahan yang sangat mendasar
dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam abad 21 pertumbuhan penduduk di
Indonesia akan terus menurun. Dari data yang tersedia di BPS antara kurun waktu
1990-1995 pertumbuhanya masih tetap tinggi yaitu 1,7 persen per tahun. Dan akan
terus menurun pada 2015-2020 sampai 1,0 persen . Pertumbuhan penduduk yang relative masih
tinggi ini masih akan menjadi beban yang menimbulkan hambatan bagi pertumbuhan
ekonomi.
Pergeseran
susunan umur penduduk Indonesia yang hanya memerlukan waktu 25-30 tahun
mendorong penyesuaian sasaran strategis. Separuh waktu dan kurun waktu
pembangunan nasional jangka panjang
kedua harus ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan pemuda dan mereka yang termasuk
usia produktif, dalam hal ini kesempatan pendidikan dan kesempatan kerja harus
mendapat prioritas utama. Penduduk kelompok usia 13-18 tahun akan terus
membengkak dan arah pembangunan perlu ditujukan untuk memenuhi desakan
kebutuhan penduduk, usia tersebut. Pembangunan sarana pendidikan lanjutan
tingkat pertama sejak awal pembangunan jangka panjang kedua, seperti gedung
sekolah, penyediaan guru (D1, D2, D3 dan S1) dan fasilitas pendidikan lainya,
merupakan hal yang mendesak untuk ditanggulangi. Dengan demikian arah
pembangunan pendidikan akan segera bergeser dari perluasan pendidikan dasar
menjadi perluasan pendidikan lanjutan
pada awal kurun waktu, dan akan mulai bergeser ke pendidikan tinggi pada
kurun waktu akhir pembangunan jangka panjang kedua.
Pengalaman
dalam melaksanakan pembangunan jangka panjang kedua selama ini membuktikan
bahwa stabilitas nasional itu masih tetap merupakan prasyarat mutlak untuk
melaksanakan demokrasi pendidikan. Dalam proses transformasi social,
pertambahan rata rata penghasilan , dan tingkat pendidikan yang dicapai
penduduk akan merupakan pendorong yang kuat bagi tumbuhnya proposisi kelas
menengah. Dan merka adalah anggota-anggota masyarakat yang memeiliki nilai
kesejatian diri yang tinggi sebagai salah satu faktor penting dalam menigkatkan partisipasi politik.
Dalam
abad ke 21 yang penuh dengan tantangan pada berbagai bidang pembangunan
nasional, Indonesia akan berada dalam proses perubahan secara structural dalam
berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang social, ekonomi dan industri yang
sangat pesat. Proses perubahan masyarakat tersebut akan mengundang masa
peralihan yang di tandai dengan perubahan nilai dan perilaku masyarakat. Hal
ini cenderung menciptakan situasi yang kurang menentu. Situasi yang sangat
cepat tersebut tentunya mendorong manusia untuk dapat mengikuti perkembangan,
bahkan hal buruk yang ditakuti adalah munculnya sifat individualisme, egoisme
yang pada gilirannya akan menyebabkan disintegrasi nasional.
2.2
Permasalahan pokok pendidikan
Sistem pendidikan menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya masyarakat sebagai
supra-sistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak memiliki arti apa-apa, jika
tidak sinkron dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat antara bidang
pendidikan sebagai sistem dengan sistem dengan sistem sosial. Budaya sebagai
supra-sistem tersebut, dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga
permasalah interen sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya suatu
permasalah interen dalam sistem pendidikan selalu ada kaitannya dengan
masalah-masalah di luar sistem pendidikan. Misalnya masalah mutu hasil belajar
suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan dan ekonomi
masyarakat disekitarnya, dari mana murid sekolah tersebut berasal, serta masih
banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan
dengan mutu hasil belajar.
Berasarkan kenyataan tesebut,
maka penanggulangan masalah pendidikan
juga sangat kompleks, menyangkut banyak komponen antara pihak yang terkait.
Pada dasarnya ada dua masalah
pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yakni :
a.
Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan,
b.
Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik keterampilan kerja yang
mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan masyarakat.
Menurut Tilaar (1991)
mengidentifikasikan di dalam dunia pendidikan kita sekarang mengalami lima
krisis pokok antara lain meliputi : (1)kualitas, (2) relevansi, (3) elitisme,
(4) menajemen,dan(5)masalah pemerataan pendidikan.
1)
Kualitas Pendidikan
Inggris memasuki era industri pada
tahun 1840, tetapi pertumbuhanya sangat lamban karena penduduknya berkualitas
rendah. Sampai awal abad ke 20 penduduk Inggris masih menjadi beban
pembangunan. Penduduk Indonesia yang pada tahun 1990 berjumlah 184 juta, dengan
komposisi 72% tamat SD kebawah dan 40% bekerja di sector primer (dimana sekitar
29% menganggur tak kentara) jelas menjadi beban daripada modal pembangunan.
Pada pembangunan jangka panjang tahap II ini pendidikan menjadi sasaran utama
dan pertama untuk mendukung keberhasilan pembangunan.
Kualitas pendidikan yang mampu
menyumbang nilai tambah, sehingga mampu memacu pertumbuhan ekonomi. Sungguhpun
sulit untuk menetapkan karakteristik yang digunakan untuk mengukur kualitas
pendidikan, namun beberapa indicator dapat digunakan sebagai rambu rambu untuk
mengukur kualitas pendidikan kita. Beberapa indicator tersebut adalah :
(1) Mutu guru yang masih rendah ada pada semua
jenjang pendidikan.
(2) Alat bantu proses belajar
mengajar seperti buku teks, peralatan laboratorium dan bengkel kerja yang belum
memadai.
(3) Tidak meratanya kualitas lulusan yang
dihasilkan untuk semua jenjang pendidikan.
2)
Relevansi pendidikan
Untuk mengejar kemampuan unggul
komperatif fungsi pendidikan dalam pembangunan ini perlu di alihkan dari fungsi
kesejahteraan rakyat menjadi pemberian beban untuk meningkatkan kualitas
manusia dan masyarakat agar mampu meberi nilai tambah yang unggul komperatif,
artinya produk tenaga kerja Indonesia mampu bersaing di pasar kerja, baik dalam
makna ekonomik, cultural maupun idiil.
Relevansi pendidikan atau efisiensi
eksternal suatu system itu dalam memasok tenaga-tenaga kerja trampil dalam
jumlah yang memadai bagi kebutuhan sector-sektor pembangunan. Apabila kita
melihat di Negara-negara berkembang tingkat pendidikan rata-rata dari
penganggur meningkat dari tahun ketahun, terutama setelah tahun 70an, disaat
pendidikan berkembang dengan pesat. Hubungan tingkat pendidikan dan
pengangguran dapat di gambarkan sebagai kurva U terbalik (Blaug 1974:9)
Wardiman Djojonegoro pada waktu
dilantik sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia
tahun1993. Ia menyatakan bahwa dunia pendidikan di Indonesia sampai sekarang
masih mengalami krisis yang berkisar pada relevansi pendidikan dan mutu
pendidikan. Kritik yang banyak dilontarka adalah bahwa lembaga pendidikan di
Indonesia di nilai tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai, tidak adanya
kesesuaian antara output pendidikan dengan tuntutan perkembangan ekonomi akan
mengakibatakan kesenjangan okupasional. (Muchtar Buchori,1990:12). Meskipun isu
ini muncul sejak awal pelita I, dan masih menjadi masalah utama pada awal
pelita II, dan bahkan pelita III, ternyata sampai sekarang tetap menjadi isu
penting dan polemic para ahli pendidikan dan pengambil kebijakan pendidikan di
Negara kita. (Riwanto Tirtosudarmo,1993:247)
3)
Elitisme
Yang dimaksud elitisme dalam
pendidikan ialah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah
menguntungkan kelompok masyarakat yang kecil atau yang justru mampu di tinjau
dari segi ekonomi. (Tilaar,1991:8)
4)
Manajemen Pendidikan
Dalam kajian ekonomi, pendidikan
dapat di pandang sebagai suatu industri, sebagai suatu industry pengembangan
sumber daya manusia pendidikan harus dikelola secara professional. Ketiadaan
menajer professional ini yang melingkupi ke semua jenjang dan jenis pendidikan
menuntut adanya kerja keras dari berbagai pihak, untuk bisa tampil unggul dalam
dunia globalisasi,pendidikan bukan merupakan factor yang paling menentukan,
meskipun penting masih harus di perhitungkan dan di tingkatkan kekuatan
factor-faktor lain di samping pengelolaan sumber daya manusia dan alam, dan sumber-sumber
lain yang terbatas perlu di alokasikan secara tepat, tidak lupa semangat
komitmen dan kemauan politik kadang-kadang sangat menentukan keberhasilan suatu
program pendidikan yang diinginkan.
5)
Pemerataan Pendidikan
Dalam melaksanakan fungsinya
sebagai wahana untuk memajukan bangsa dan kebudayaan nasional , pendidikan
diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang seluas – luasnya bagi seluruh
warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan.Masalah pemerataan
pendidikan adalah masalah bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan
kesempatan yang seluas – luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh
pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumberdaya
manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan
timbul apabila masih banyak warga negara, khususnya usia anak sekolah tidak
dapat ditampung di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya
fasilitas pendidikan yang tersedia.
Masalah
pemerataan pendidikan di pandang penting karena jika anak-anak usia sekolah
memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki bekal dasar berupa
kemampuan membaca, menulis dan berhitung, sehingga mereka dapat mengikuti
perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia,
baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Pada
tahun-tahun awal repelita I, Indonesia pernah mendapat rejeki nomplok karena
melonjaknya harga minyak bumi. Berkat minyak bumi, kita bisa memenuhi sebagian
besar desakan aspirasi pendidikan, terutama pada tingkat sekolah dasar. Melalui
Inpres. Dengan inpres SD itu, pemerintah telah meningkatkan mutu bangsa. Salah
satu mutu bangsa dalah ditandai dengan tingkat partisipasi pendidikan dasar,
sekarang di Indonesia angka partisipasi untuk sekolah dasar (SD) sudah hampir
mencapai 100% (Santosa S Hamijoyo:1991:11)
Laporan Bank Dunia No. 7841-IND,
Indonesia, Basic Education Study, June
30, 1989 menunjuk pada tingkat partisipasi 87%. Program besar pemerataan
kesempatan belajar di tingkat SD dan SMP dimulai pada pertengahan Repelita I
dan dilanjutkan pada Repelita-Repelita selanjutnya telah mengangkat tingkat
pembangunan manusia Indonesia pada angka 84. Bandingan dengan India, angka
partisipasinya menunjuk angka 66, Pakistan 29, Vienam 69, Malaysia 78,
Philipina 95, dan Korea Selatan menunjuk angka 96 (Human Development Report, 1991. Dengan melihat data tersebut kita
patut dikatakan berhasil dalam meningkatkan pemerataan kesempatan belajar
terutama di tingkat SD. Namun demikian dalam demokrasi para ahli ekonomi,
Durkhurst (1971), Devison dan Fabriacant (1959) menyimpulkan bahwa mutu tenaga
kerja mempunyai peranan besar terhadap pertumbuhan ekonomi. (Noeng Muhadjir,
1986 : 3). Sementara itu perencanaan pendidikan di Indonesia dewasa ini belum mengarah
kepada kebutuhan lapangan kerja, apalagi mengantisipasi pemenuhan tenaga kerja
yang dibutuhkan dalam dunia industri di masa mendatang.
2.3
Keterkaitan antara Jenis Masalah Pendidikan dengan Kebijakan Pendidikan
Pada
awal Repalita I keadaan pendidikan di Indonesia menunjukan beberapa
ketidakseimbangan yang antara lain meliputi :
1. Ketidak seimbangan antara
jumlah penduduk yang berumur cukup untuk sekolah dengan jumlah fasilitas yang
dapat disediakan bagi mereka.
2. Ketidakseimbangan pendidikan secara
horizontal yaitu antara jenis dan bidang pendidikan. Hal ini menimbulkan akibat
kurang sesuainya persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan tenaga kerja untuk
pembangunan.
3.Ketidakseimbangan vertical
yaitu perbandingan antara SD, SLTP,SLTA,Perguruan tinggi dam akademi.
Setelah beberapa ketidakseimbangan
tersebut masih banyak permasalahan yang harus dihadapi seperti kurangnya
fasilitas, banyaknya masyarakat yang masih buta huruf, rendahnya kualitas
pengajar, bahkan masalah drop out dll.
Untuk mengatasi beberapa masalah
tersebut Repelita I, pemerintah menetapkan beberapa kebijakan seperti:
1. Program pendidikan secara
horizontal lebih di arahkan kepada kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan latihan
untuk sector-sektor pembangunan yang di prioritaskan seperti pertanian,
industry yang mendukung pertanian, industry ringan dan kerajinan rakyat,
prasarana serta pariwisata.
2. Secara vertical program
pendidikan di arahkan kepada perbaikan keseimbangan dengan menitik beratkan
kepada tingkat pendidikan menengah.
Kebijaksanaan tersebut dituangkan
dalam program-program seperti berikut: Program Peningkatan Mutu Pendidikan
Sekolah Dasar, Program Penambahan Pendidikan Kejuruan Pada Sekolah Lanjutan
Umun, Program Peningkatan Pendidikan Teknik Dan Kejuruan, Program Peningkatan
Pendidikan Guru, Program Pendidikan Masyarakat dan Orang Dewasa, Program
Pengembangan Pendidikan, Program Pembinaan Kebudayaan dan Olah Raga, Program
Pendidikan Latihan Institusional, serta Program Peningkatan Penelitian (Makmuri
Sukarno dkk,1994:27)
Dalam Repelita II (1974/75-1978/79)
terdapat masalah-masalah pendidikan yang lebih khusus yang dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. Persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan pengembangan system pendidikan, pemeliharaan dan peningkatan
mutu pendidikan, perluasan mutu pendidikan pada semua tingkat, perluasan
kesempatan belajar, pengembangan system penyajian, pendidikan diluar system
sekolah (pendidikan non formal), usaha-usaha lain dalam pembinaan generasi muda
yang meliputi kelompok usia 15-24 tahun, pembangunan system informasi dan
kemampuan pengelolaan yang dapat diandalkan untuk melaksanakan pembaharuan
pendidikan, dan pengarahan penggunaan sumber-sumber pembiyaan yang tersedia.
(Repelita II, 1974:137-138)
2. Dalam trilogy pembangunan pada
masa Pelita II (1979/80-1983/84) Kebijaksanaan Pendidikan diprioritaskan pada upaya pemerataan, upaya ini dalam bidang
pendidikan dirumuskan dari jalur kedua dari delapan jalur pemerataan, yakni
pemerataan dalam memperoleh kesempatan pendidikan. Hal ini dinyatakan secara
tegas dalam Repellita III yakni, titik berat pelaksanaan pembangunan bidang
pendidikan selama pelita III adalah penyediaan fasilitas belajar pada
pendidikan dasar bagi anak yang berumur 7-12 tahun dan penampungan kelulusan
pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Repelita TII.1979:347)
Sebagai kelanjutan kebujaksanaan
yang telah dilaksanakan pada Pelita III, maka pembangunan bidang pendidikan
pada Repelita IV yang menekankan pada berbagai bidang kegiatan yang bertujuan
untuk menghasilkan keseimbangan dan keserasian pendidikan nasional yang sangat
penting bagi pengembangan sumber daya manusia. Untuk mencapai yujuan tersebut
dalam Repelita IV, memprogramkan tiga kebijaksanaan umum dalam pembangunan
bidang pendidikan nasional yang antara lain meliputi: pendidikan seumur hidup,
pendidikan semesta menyeluruh dan terpadu, kebijaksanaan untuk membina kemajuan
adat, budaya dan persatuan. (Repelita IV,1984:526)
Sedangkan dalam Repelita V arah
kebijaksanaan pendidikan diprioritaskan pada berbaikan system dan multi
pendidikan dalam keseluruhan unsure, jenis, jalur dan jenjangnya. Kebijaksanaan
yang dimaksud meliputi: peningkatan mutu kurikulum, silabi, tenaga pengajar,
pelatih serta metodik sarana pengajar yang memungkinkan peningkatan kualitas
dan hasil pendidikan dan latihan. (Repelita V, 1989:590)
Beberapa kebijakan umum dalam
Repelita V antara lain: Meningkatkan pembudayaan nilai-nilai pancasila dalam
rangka mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Meningkatkan mutu pendidikan. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan. Menata kembali system pendidikan guru dan tenaga
pendidik lainya. Melaksanakan penelitian dan pengembangan pendidikan dan
kebudayaan agar dapat di hasilkan gagasan-gagasan baru yang berorientasi pada
penyempurnaan system pendidikan yang efisien. Penyeragaman mutu pendidikan
melalui pengembangan institusi dan pengujian untuk semua jenis dan jenjang
pendidikan, agar dapat diupayakan standartisasi mutu pendidikan baik secara
regional maupun nasional.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan
di Indonesia pada dasarnya masih rendah di bandingkan dengan Negara-negara maju
lainya. Hal ini tentu saja akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan
ekonomi dan kemakmuran bangsa ini. Kita memang telah berusaha semaksimal
mungkin untuk selalu memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam system pendidikan
terdahulu. Namun tanpa adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan
masyarakat, tentu tak akan menghasilkan hasil yang memuaskan pula. Terkadang
pemerintah selalu member kemudahan-kemudahan bagi masyarakat agar mereka mampu
mengenyam pendidikan dengan baik, namun di sisi lain masyarakatpun tidak
semuanya dapat memetik hasil jerih payah pemerintah yang berusaha memberikan
kemudahan itu.
Dengan kata lain, komunikasi antara pemerintah dan
masyarakat harus selalu terbuka agar permasalahan pendidikan yang di hadapi
negeri ini dapat dikurangi bahkan hilang seiring berjalanya waktu.
3.2 Saran
Sebaiknya
pemerintah selalu mengevaluasi jalanya roda pendidikan di Indonesia, terkadang
pemerintah hanya memikirkan mereka yang muncul di permukaan saja, namun lupa
terhadap mereka yang berada di bawah, yang belum mampu merasakan manisnya
pendidikan dengan fasilitas yang lengkap dan memadai.
Sebaiknya
masyarakat luas selalu mengikuti kebijakan-kebijakan pemerintah yang baru,
jangan sampai masyarakat tidak tahu menahu tentang apa program yang dicanangkan
pemerintah, ini tentunya akan menghambat proses menuju keberhasilan pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Munib,Achmad,dkk. 2011 . Pengantar Ilmu
Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press
Pidarta, Prof. Dr. Made.
2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.