Hubungan Ilmu Sejarah
dengan Ilmu Sosial lainnya
Selain mempunyai ilmu bantu dalam keilmuannya, sejarah juga menjalin
hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya, terutama sesama ilmu sosial. Dalam hubungan
ini yang terjadi adalah hubungan yang saling membutuhkan, disinilah letak
perbedaannya dengan konsep ilmu bantu sejarah, dimana sejarah yang lebih
dominan dalam membutuhkan bantuan guna mengungkap suatu permasalahan, lebih
tepatnya kita dapat menyebutnya dengan kombinasi dari dua ilmu sosial.
Perkembangan Ilmu Sejarah pasca perang dunia II menunjukkan kecederungan
kuat untuk mempergunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam kajian sejarah.
Dasar pemikirannya adalah bahwa: pertama, sejarah
deskriptif-deskriptif sudah tidak memuaskan lagi untuk menjelaskan berbagai
masalah atau gejala yang serba kompleks dalam peristiwa sejarah.
Kedua, pendekatan
multidimensional yang bertumpu pada penggunaan konsep dan teori ilmu sosial
paling tepat untuk memahami gejala atau masalah yang kompleks itu. Ketiga, dengan
bantuan teori-teori ilmu sosial, yang menunjukkan hubungan antara faktor
(inflasi, pendapatan nasional, pengangguran, dan sebagainya), maka
pernyataan-pernyataan mengenai masa silam dapat dirinci, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
Keempat, teori dalam ilmu sosial biasanya berkaitan denga struktur umum dalam
kenyataan sosio-historis. Karena itu, teori-teori tersebut dapat digunakan
untuk menganalisis perubahan-perubahan yang mempunyai jangkauan luas. Bila
teori tersebut diandalkan dan dipercaya, maka dengan menggunakan teori
itu pengkajian sejarah juga dapat diandalkan seperti halnya ilmu-ilmu sosial
yang terbukti kesahihan studinya. Dengan cara ini, pengkajian sejarah yang dihasilkan
tidak lagi dominan dengan subjektifitas, yang sering dialamatkan kepadanya.
Studi yang menggunakan pendekatan ini akan melahirkan karya sejarah yang
semakin antropologis (anthropological history) dan sejarah yang sosiologis
(sosiologycal history).
Meskipun penggunaan Kelima, studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian
hal-hal informatif tentang “apa”, “siapa”, “kapan”, “dimana”, dan “bagaimana”,
tapi juga ingin melacak berbagai struktur masyarakat (sosiologi), pola kelakuan
(antropologi), dan lain sebagainya.
Ilmu-ilmu sosial sangat penting, namun terdapat pula kalangan yang justru
sebaliknya atau kontra dengan cara berpikir semacam itu. Keberatan mereka juga
didasarkan pada beberapa pemikiran. Pertama, bahan sumber sejarah
sering tidak lengkap, sehingga kurang memberi pegangan untuk menerapkan
teori-teori ilmu sosial. Kedua, sering pendekatan sosio-historis
disalahkan memotong kekayaan historis, karena ia hanya menaruh minat pada
segi-segi tertentu dari masa silam yang dikaji dengan bantuan-bantuan ilmu-ilmu
sosial. Alhasil, masa silam tidak dapat dipaparkan seutuhnya. Ketiga,
pengkajian tradisional lebih mampu menampilkan suatu pemandangan mengenai masa
silam daripada suatu pendekatan sosio-ekonomis yang hanya membeberkan
angka-angka statistik. Dalam konteks ini, maka pendekatan hermeneutika memang
lebih berhasil melukiskan wajah masa lalu. Keempat, pendekatan
terhadap masa silam yang menggunakan teori-teori ilmu sosial hanya dapat
digunakan sejauh dapat diandalkan. Kesahihan teori-teori sosial sering
disanksikan. Sebab ia sering berpangkal pada pandangan-pandangan hidup,
ideologi-ideologi politik atau modern yang sedang berlaku.
Terlepas dari pro dan kontra pengkajian sejarah menggunakan teori-teori
ilmu sosial, namun patut direnungkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dewasa
ini hampir sudah sulit dibedakan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu
lainnya. Pendekatan interdisipliner kini sangat dominan mewarnai wacana
perkembangan ilmu peengetahuan. Sejarah sebagai salah satu bidang ilmu tidak
seharusnya menarik diri dari fenomena itu, melainkan harus mampu bermain
ditengahnya, sehingga tidak dianggap himpunan pengetahuan masa lalu semata,
tanpa bisa memberikan konstribusi bagi pembangunan kehidupan manusia,
sebagaimana visi sebuah ilmu pengetahuan.
Mengacu pada pemikiran tersebut, selanjutnya dikemukakan beberapa ilmu
sosial dalam persinggungannya dengan studi sejarah. Lima disiplin yang
dijelaskan yaitu: ilmu politik, antropologi, sosiologi, ekonomi, dan psikologi.
a.
Hubungan Imu Sejarah dengan Ilmu politik.
Sejarah adalah deskriptif
kronologis peristiwa dari zaman silam. Sejarah merupakan penghimpunan kejadian-
kejadian konkret di masa lalu. Ilmu politik tak terbatas pada apa yang terdapat
dalam sejarah. Mengetahui sejarah politik suatu Negara belum memberikan
gambaran yang tepat tentang keadaan politik negera itu di masa lampau dan masa
yang akan datang. Sejarah hanya mencatat apa yang pernah terjadi, sedang ilmu
politik disamping menyelidiki apa yang pernah terjadi, juga apa yang kini sedang
berlangsung dan mengadakan ramalan hari depan suatu masyarakat, ditinjau dari
segi politik.
Politik membutuhkan sejarah dan
hampir semua peristiwa historis adalah peristiwa politik. Ilmu politik
memperkaya materinya dengan peristiwa sejarah, mengadakan perbandigan dari
buku-buku sejarah. Sejarah merupakan gudang data bagi ilmu politik. Sejarah
adalah riwayat hidup ummat manusia, Sejarah merupakan ilmu yang mempelajari
peradaban manusia. Melalui pelajaran ini segala ide- ide, kesuksesan dan
peradaban manusia dikupas. Disini pula kita mengetahui kejadian- kejadian
dahulu, gerak- gerik dan penyebab dimana memiliki timbal- baliknya pula.
Disejarah juga terdapat
pembahasan perkembangan ekonomi, sosial, agama, para cendekiawan, pergerakan
artistik, perkembangannya dan juga membahas pertumbuhan dan kemunduran negara,
organisasi dan sebab kegagalan mereka. Ilmu sejarah sangat dekat hubungannya
dengan Ilmu politik: Professor Seely mengatakan: Sejarah tampa ilmu politik
laksana pohon tampa buah, sedangkan ilmu politik tampa sejarah bagaikan pohon
tampa akar, dapat disimpulkan keduanya sangat berhubungan dekat. Freeman
mengemukakan histori atau sejarah adalah politik masa dahulu, sedangkan politik
adalah sejarah dimasa kini.
Beberapa fakta sejarah seperti
yang dikatakan oleh Appadorai bahwa terdapat bagian dasar dari ilmu politik,
dimana fakta- fakta sejarah memberikan kita materi mentah dari ilmu politik.
Maka bagaimanakah kita mengolah mentah tersebut sehingga bermanfaat bagi kita.
Point- point diatas menberikan kita informasi tentang asal- usul barang- barang berharga dari ilmu sejarah, kemajuan dan kemunduran negara disertai segala problema yang terjadi dalam prinsip bernegara. Studi banding dari institusi dan politik yang baik pada masa lalu membantu kita untuk memahami permasalahan dimasa kini. Tiap- tiap masyarakat sudah pasti menghadapi suatu permasalahan, baik secara langsung dimana berakar dimasa dahulu kala, contohnya: kita memiliki warisan dari nenek moyang kita seperti: kastaisme, perkauman, dan sifat kedaerahan. Mempelajari ilmu sejarah dengan sendirinya akan membawa wawasan kita bahkan menolong kita dalam menyelesaikan fakta dasar dari permasalahan yang ada.
Point- point diatas menberikan kita informasi tentang asal- usul barang- barang berharga dari ilmu sejarah, kemajuan dan kemunduran negara disertai segala problema yang terjadi dalam prinsip bernegara. Studi banding dari institusi dan politik yang baik pada masa lalu membantu kita untuk memahami permasalahan dimasa kini. Tiap- tiap masyarakat sudah pasti menghadapi suatu permasalahan, baik secara langsung dimana berakar dimasa dahulu kala, contohnya: kita memiliki warisan dari nenek moyang kita seperti: kastaisme, perkauman, dan sifat kedaerahan. Mempelajari ilmu sejarah dengan sendirinya akan membawa wawasan kita bahkan menolong kita dalam menyelesaikan fakta dasar dari permasalahan yang ada.
Ilmu politik akan samar bila
tidak disertai dengan sejarah, dimana sejarah juga akan terlihat pincang bila
tidak diiringi dengan ilmu politik. Kedua ilmu tersebut memiliki suatu
keterkaitan yang tidak mungkin dipisahkan. Lebih jelasnya setiap sejarah pasti
diiringi dengan sang hero atau nama- nama pemikir terdahulu, dimana ilmu
politik mengupas segala bidang perkembangan suatu negara, dimana hal ini
dikategorikan sebagai sejarah.
Seperti diterangkan di atas,
sejak dahulu kala ilmu politik erat hubunganya dengan sejarah dan filsafat.
Sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik, oleh karena
menyumbang bahan, yaitu
data dan fakta dari masa lampau,
untuk diolah lebih lanjut.Dalam buku pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi
Sejarah Sartono menuliskan “Politik adalah sejarah masa kini dan sejarah adalah
politik masa lampau. Sejarah identik dengan politik, sejauh keduannya
menunjukkan proses yang mencakup keterlibatan para aktor dalam interaksi dan
peranannya dalam usaha memperoleh apa, kapan, dan bagaimana.
b.
Hubungan Ilmu Sejarah dengan Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi dan sejarah itu
sama-sama termasuk kedalam ilmu sosial, yaitu ilmu yang membahas interaksi
manusia dan lingkungannya. Itulah kenapa di SMP pelajaran ekonomi dan sejarah
digabung. Karena berasal dari rumpun ilmu yang sama, terkadang materinyapun
berkaitan bahkna terkadang tumpang-tindih. Misalnya, pada materi perdagangan
internasional, di sejarah juga ada. Di sejarah disebutkan bahwa bangsa Eropa
pergi ke Indonesia untuk mencari rempah-rempah. Dengan belajar dari masa lalu
(sejarah) kita juga dapat belajar supaya perekonomian dapat menjadi lebih baik.
Banyak kebijakan pemerintah
kolonialmasa lalu yang dilandasi oleh kepentingan ekoomi. Misalnya, untuk
memahami sejarah perdagangan rempah-rempah di Nusantara pada abad XVI sampai
abad XVIII, maka tidak dapat dipisahkan dari peran kongsi dagang Hindia Belanda
Timur yakni VOC (Verenidge Oost Indische Compagnie).
Selain itu Terbentuknya
jaringan navigasi atau transpoortasi perdagangan disatu pihak dan
pihak lain, serta jaringan daerah industri dan bahan mentah mengakibatkan
munculnya suatu sistem global ekonomi. Lahirnya sistem global ekonomi tersebut
memiliki implikasi yang sangat luas dan mendalam tidak hanya pada bidak ekonomi
saja, tetapi erat hubungannya dengan bidang lain misalnya bidang politik.
Sepanjang masa modern, yaitu
lebih kurang sejak 1500, kekuatan-kekuatan ekonomis yang sentripetal mengarah
ke pemusatan pasar dan produksi ke Eropa Barat, suatu pola perkembangan yang
hingga Perang Dunia II masih tampak. Dari pertumbuhan ekonomi global yang
kompleks itu menurut Kartodirdjo (1992:137) dapat diekstrapolasikan beberapa
tema penting antara lain :
·
Proses perkembangan ekonomi (economic development) dari sistem agraris ke
sistem industrial, termasuk organisasi pertanian, pola perdagangan,
lembaga-lembaga keuangan, kebijaksanaan komersial, dan pemikiran (ide) ekonomi.
·
Pertumbuhan akumulasi modal mencakup peranan pertanian, pertumbuhan
penduduk, dan peranan perdagangan internasional.
·
Proses industrialisasi beserta soal-soal perubahan sosialnya.
·
Sejarah ekonomi yang bertalian erat dengan permasalahan ekonomi, seperti
halnya kenaikan harga, konjungtur produksi agraris, ekspansi perdagangan, dan
sebagainya.
Dengan melihat hal-hal diatas,
maka jelas bahwa komplektifitas sistem ekonomi dengan sendirinya menuntut pula
pendekatan ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, ilmu politik, dan
lain sebagainya. Selanjutnya dalam perkembangan sejarah ekonomi mengalami pula
diferensisasi dan subspesialisasi, antara lain dengan timbulnya sejarah
pertanian, sejarah kota, sejarah bisnis, sejarah perburuhan, sejarah formasi
kapital.
c.
Hubungan Ilmu Sejarah dengan Sosiologi
Sosiologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang masyarakat dan aspek-aspek dinamis yang ada didalamnya,
secara tidak langsung kita dapat menemukan bahwa objek kajian antara sosiologi
dan ilmu sejarah tidak jauh berbeda, naun ilmu sejarah membatasinya dengan
konsep ruang dan waktu. Sebagai sesama ilmu sosial yang kajiannya tidak jauh
berbeda maka tidak sulit kita menemukan hubungan-hubungan keilmuan antara ilmu
sejarah dengan sosiologi. Pada beberapa dasawarsa terakhir ini banyak sekali
hasil-hasil penelitian sosiologi berupa studi sosiologis yang memfokuskan
studinya pada geja;a-gejala sosial yang terjadi dimasa lampau (supardan,
2008:325), dengan memasukkan konsep ruang tadi maka dapat kita lihat bahwa
kajian tersebut jelas menggunaka beberapa konsep dari ilmu sejarah untuk
menjelaskan studi tersebut. Karya-karya seperti Pemberontakan Petani
Kaya yang ditulis oleh Tilly, Perubahan Sosial Masa Revolusi
Industri di Inggris karya Smelzer, sertaAsal Mula Sistem Totaliter
dan Demokrasi karya Barrington Moore. Karya-karya tersebut sering
disebut Sejarah Sosiologi. (Kartodirdjo dalam Supardan, 2008:325).
Sejarawan juga terkadang
melakukan pendekatan sosiologis dalam melakukan penelitian, bahkan bisa
dikatakan mulai terdapat kecenderungan penulisan sejarah, dari yang bersifat
konvensional dan naratif kepada penulisan sejarah dengan kompleksitas tinggi,
dimana sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya saling berketergantungan dalam
melakukan sebuah pembahasan masalah.
Akhir-akhir ini sedang terjadi
pula apa yang disebut sebagai gejala Rapprochement atau proses saling emendekat
antara ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial. Metode kritis ini berkembang pesat
sejak diciptakan oleh Mabilon sehingga terjadi inovasi-inovasi yang sangat
penting dalam sejarah, yang mana dapat menyelamatkan sejarah dari “kemacetan”
(Kartodirdjo, 1992:120). Sebab jika dipandang dari titik sejarah
konvensional, perubahab metodologi tersebut sangat revolusioner dengan meninggalkan
model penulisan sejarah naratif. Dikatakan revolusioner karena ilmu sejarah
lebih bergeser ke ilmu sosial. Kombinasi antara berbagai perspektif akan mampu
mengekstrapolasikan interdependensi antara berbagai aspek kehidupan. Dalam hal
ini, sejarawan tidak langsung berurusan dengan kausalitas, tetapi lebih banyak
dengan kondisi-kondisi dalam berbagai dimensinya.
d.
Hubungan Ilmu Sejarah dengan Antropologi
Antropologi sebagai salah satu
dari ilmu sosial memiliki kaitan dan sumbangan kepada ilmu sejarah begitu juga
sebaliknya. Dalam penulisan sejarah , sejarawan tidak jarang menggunakan teori
dan konsep ilmu sosial lain, termasuk antropologi. Sejarawan banyak meminjam
konsep antropologi diantaranya adalah simbol, sistem kepercayaan, folklore,
tradisi besar, tradisi kecil, enkulturasi, inkulturasi, primitif, dan agraris.
Sementara itu, sumbangan ilmu sejarah terhadap antropologi adalah, sejarah
sebagai kritik, permasalahan sejarah, dan pendekatan sejarah. Titik temu antara
antropologi budaya dan ilmu sejarah sangatlah jelas. Keduanya mempelajari
tentang manusia. Bila ilmu sejarah menggambarkan kehidupan manusia dan
masyarakat pada masa lampau, maka gambarah itu juga mencakup unsur-unsur
kebudayaannya. Unsur-usur itu antara lain, kepercayaan, mata pencaharian, dan teknologi.
Hubungan ini dapat dilihat karena
kedua disiplin ini memiliki persamaan yang menempatkan manusia sebagai
subjek dan objek kajiannya, lazimnya mencakup berbagai dimensi kehidupan.
Denga demikian, disamping memiliki titik perbedaan, kedua disiplin itu pun
memiliki persamaan. Bila sejarah membatasi diri pada penggambaran suatu
peristiwa sebagai proses dimasa lampau sebagai cerita secara “sekali terjadi”,
hal ini tidak termasuk bidang kajian antropologi. Namun jika penggambaran ilmu
sejarah menampilkan suatu masyarakat dimasa lampau dengan berbagai aspek
kehidupan, termasuk ekonomi, politik, religi, dan kesenian maka gambaran
tersebut mencakup unsur-unsur kebudayaan masyarakat. Dalam hal itu ada
persamaan bahkan tumpang tindih antara sejarah dan antropologi (Kartidirdjo,
1992:153). Antropolog terkemuka Evans-Pritchard mengemukakan bahwa Antropologi
adalah sejarah. Karena antropologi mempelajari objek yang sama dengan sejarah, yaitu tiga jenis fakta
yang terdiri atas artifact, sosiofact, dan mentifact, dimana semuanya adalah
produk historis dan hanya dapat dijelaskan eksistensinya dengan melacak sejarah
perkembangannyaa (Kartodirdjo, 1992:153).
e.
Hubungan Ilmu Sejarah dengan Psikologi
Ilmu psikologi sangat berkaitan
dengan mental dan kejiwaan mausia. Manusia yang menjadi objek kajian sejarah
tidak hanya sekedar dijelaskan mengenai tindakan yang dilakukan dan apa yang
ditimbulkan dari tindakan itu? Mengapa seseorang melakukan tindakan itu ?
Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan kondisi kejiwaan yang bersangkutan.
Kondisi itu dapat disebabkan oleh rangsangan dari luar atau lingkungannya,
dapat pula dari dalam dirinya sendiri. Penggunaan psikologi dalam ilmu sejarah,
melahirkan fokus kajian sejarah mentalitas.
Dalam cerita sejarah, aktor atau pelaku sejarah senantiasa mendapat sorotan
yang tajam, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Sebagai aktor
individu tidak lepas dari peranan faktor-faktor internal yang bersifat
psikologis, motivasi, minat, konsep diri, dan sebagainya yang selalu
berinteraksi dengan faktor-faktor eksternal yang bersifat sosiologis, seperti
lingkungan keluarga, lingkungan sosial budaya, dan sebagainya. Begitupun dalam
aktor yang bersifat kelompok menunjukkan aktivitas kolektif, yaitu suatu gejala
yang menjadi objek khusus psikologi sosial. Dalam berbagai peeristiwa sejarah,
perilaku kolektif sangat mencolok, antara lain sewaktu ada huru hara, masa
mengamuk (mob), gerakan sosial, atau protes yang revolusioner, semuanya
menuntut penjelasan berdasarkan psikologidari motivasi, sikap, dan tindakan
kolektif (Kartodirdjo, 1992:139). Disitulah psikologi berperan untuk megungkap
beberapa faktor tersembunya sebagai bagian dari proses mental.